Sabtu, 24 Oktober 2009

TENNIS


Selain kerajinan tangan yang aku sukai, akupun menyenangi olahraga
Walau sekarang sudah gak aktif seperti dulu, ketika aku masih kecil, masih sekolah dan masih belum menikah.
Ketika SD di Dabo pulau Singkep aku dan beberapa teman sekompleks Timah sempat belajar main tennis. Pelatihnya adalah pak Marlisa yang sengaja didatangkan dari Jakarta
Maka aku dibelikan raket tennis oleh orangtuaku spesial dari Singapore
Raketnya khusus untuk anak-anak dan dipegangan raketnya sudah berlapis handuk.
Pulang sekolah kira-kira jam 2 siang kami berlatih
Sebenarnya ya lagi panas-panasnya karena di bawah matahari yang lagi terik-teriknya
Tapi hayuk aja.... no problem!

Pak Marlisa melemparkan bolanya dan berkata "mata di bola...."
Itulah kata-kata yang selalu diucapkan, saking seringnya sampai terus terngiang-ngiang di kuping aku
Pak Marlisa itu kayaknya orang Ambon, orangnya hitam banget. Kurus atletis

Pelajaran pertama, bagaimana cara memegang raket pada saat forehand dan backhand
Lalu posisi badan dan kaki pada saat memukul.
Cara mengayunkan raket di samping badan, atau bila bola ke arah atas dan sebagainya
Banyaklah yang harus dipelajari termasuk bila servis, smash dan volley
Pertamanya setiap kali mau memukul masih harus dipikir bagaimana cara memukul dan posisi badan dan kaki
Tapi lama kelamaan sudah menjadi otomatis
Kadang-kadang diantara kami diadu
Lama-lama aku sudah menemukan slaagnya bagaimana memukul bola agar bolanya rendah dan kencang. Andalanku memukul bola kencang rendah di backhandku
Dan aku sudah punya cara bagaimana servis bola dengan pukulan spin yang kencang, tajam dan jatuhnya sulit untuk dipukul balik oleh lawan
Kayaknya jago banget tapi ya begitulah perasaan aku pada saat itu

Tapi ada kekesalan yang harus aku terima dan gak bisa protes pada saat itu dan aku gak bisa melupakannya yaitu ketika pelatihku sebagai wasit mencurangi aku
Sebenarnya aku menang lawan temanku yang anak big boss tapi angka dibalik oleh wasit sehingga temanku dianggap pemenangnya. Sempat aku terbengong-bengong
Aku yang masih kecil saat itu sudah ngerti gaya seperti itu, maka aku diam saja, walau aku kesal karena ini gak adil banget. Maka aku mojok sedih, tanpa ada yang memperhatikan dan mengetahui keadaanku. Ya sudahlah...

Suzanna Anggarkusuma yang pernah tinggal di Belitung adalah termasuk pemain tennis nasional. Kami berteman disana. Gak ngira kalau akhirnya Anna nama panggilannya bisa menjadi pemain nasional. Aku mendapat racket kayu Wilson dari dia sebagai kenang-kenangan dan masih aku simpan sampai sekarang

Aku masih terus main sampai setelah menikahpun kami main tennis
Tapi setelah aku berjilbab aku sudah tidak main lagi kecuali sekali-kalinya di lapangan tennis pada saat kami menginap di Salabintana
Ternyata masih ada permainanku itu, rupanya latihan dari kecil itu membuat permainan tennisku tetap tidak bingung dan tidak 'kagok'

Sudah bertahun-tahun hobbyku yang satu ini terpendam

Menurut jenis material yang dipakai untuk membuat lapangan, maka lapangan tenis secara garis besar dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Grass Court (lapangan rumput)

Seperti namanya, lapangan ini terbuat beralaskan rumput namun tentu saja yang ditumbuhkan pada tanah yang keras agar memiliki pantulan. Karakteristik lapangan ini adalah yang tercepat dalam hal laju bola di lapangan. Bola cenderung untuk meluncur dan hanya sedikit memiliki efek pantulan karena friksi minimum yang dihasilkan dari lapangan rumput. Karena biaya perawatannya yang mahal terutama untuk perawatan rumput dan tanahnya, saat ini lapangan rumput sudah jarang dijumpai.

2. Hard Court (lapangan semen)

Lapangan ini adalah lapangan tenis yang paling populer di mana-mana. Umumnya lapangan hardcourt terbuat dari semen atau dibeberapa tempat terbuat dari bahan pasiran yang di aspal. Karakteristik lapangan ini termasuk cepat-sedang, tergantung dari bahan yang dibuat untuk lapangannya. Untuk lapangan yang terbuat dari semen memiliki karakteristik cepat, tapi untuk yang berbahan pasir atau kerikil yang di aspal umumnya sedang. Di luar negri terdapat pula bahan sintetis untuk melapisi lapangan tenis, contohnya bahan Deco Turf (terbuat dari akrilik) dipakai untuk lapangan di Flushing Meadows rumahnya US Open atau di Australian Open memakai Rebound Ace.

3. Clay court (lapangan tanah liat)

Lapangan ini terbuat dari serpihan-serpihan tanah liat atau pasiran dari batu bata yang dihancurkan. Lapangan model ini umumnya memiliki karakteristik lambat. Laju bola yang bergulir di lapangan memiliki putaran yang lambat sehingga memungkinkan bagi pemain untuk dapat memainkan bola lebih lama dengan rally-rally yang panjang. Di lapangan ini umumnya yang menguasai adalah baseliner karena sifatnya yang lebih defensif. Pemain yang memiliki pukulan topspin akan menghasilkan pukulan yang lebih melenting daripada biasanya di lapangan Hard Court. Lapangan clay

4. Indoor

Istilah ini sebenarnya lebih pantas untuk masuk klasifikasi di luar negri. Di Indonesia lapangan indoor atau dalam ruangan yang umumnya adalah lapangan hard court, walaupun ada juga lapangan indoor clay seperti di lapangan tenis UMS 80, Kuningan, Jakarta. Tetapi kalau di luar negri, terutama di Amerika dan Eropa, lapangan dilapisi oleh karpet berbahan sintetis. ITF (International Tennis Federation) sendiri mengartikan lapangan karpet itu berbahan dasar dari karet seperti yang digunakan pada lapangan Tennis Masters. Namun ada pula yang memakai semacam rumput sintetis ataupun kayu tetapi jarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar